Cerita Bersambung "Titik Setrip"
Titik Setrip
Benci hingga Aku
mencintainya…
(part 1)
Angin berhembus
kencang. Meniup dedaunan, dan apa saja yang ada di hadapannya. Hembusan yang
begitu dingin hingga membuatnya tergigil. Di atas sana awan gelap masih setia
menemaninya. Tak peduli apapun yang terjadi Ia masih berdiri, terpaku, meratapi
kesendiriannya. Sadar atau tidak, angin telah menerbangkan pita rambut
kesayangannya. Ia tetap terdiam. Menunggu. Menunggu seseorang yang Ia sayangi
datang…
Ia masih tak percaya
apa yang telah terjadi, Nanda Abiyasa Reno telah tewas di tempat kejadian
ketika sebuah truk menyambar tubuhnya hingga meregang nyawa. Kini hanya tinggal
lah nama remaja laki-laki pecinta bus itu, dan kenangan indah persahabatan
mereka berdua. Dan Takdir mengatakan sekarang Ana masih hidup dengan Nanda yang
telah meninggalkannya untuk selamanya.
***
Ana Alcantara, sosok
gadis periang, ramah tamah, dan humoris. Tidak! Kini Ia menjadi seorang gadis
yang pemurung, pendiam, dan dingin seolah-olah Ia lupa bagaimana cara untuk
tersenyum. Kepergian Nanda mungkin masih belum bisa Ia terima, hingga Ia
berubah drastis 180 derajat dari sosok Ana yang dulu.
“Hai Ane…” begitulah Radhika memanggilnya. Tak terbiasa
dengan huruf ‘A’ Indonesia, hingga ‘A’ berubah menjadi ‘E’.
“Hai” Ana masih sibuk menulis, entah apa yang Ia tulis hingga
seolah-olah Ia dibuat sibuk dengan pena dan selembar kertasnya.
“Lagi apa sih?” Radhika bertanya dengan antusias.
“Entah” mata Ana tiba-tiba berlinang dengan suara yang
tiba-tiba meyeruak berat.
“I see those tears in
Your eyes Ane… please tell me what you feel…” Radhika
mengambil pena yang ada di tangan Ana untuk menjeda kesibukannya.
“You can’t understand
Radhika!” Ana menutup wajahnya yang telah terguyur air mata. “leave me…” Ana terisak.
Dengan berat hati, Radhika pun pergi. “Call me if You need
Ane….”
Ana mengedipkan mata
sebagai kode.
***
Ana bersimpuh
menatap remang langit yang turunkan tetes demi tetes hujan. Masih berat rasa
tak rela akan kehilangan daripada orang yang sedari kecil Ia sayang. Seorang
sahabat yang menjadi sosok saudara laki-laki yang baik dan juga pengertian.
Sosok yang selalu membuat Ia tersenyum, tertawa, jengkel. Sosok yang setiap
waktu selalu ingin mendengar keluh kesahnya. Andai waktu bisa diputar kembali,
Ia tak akan membiarkan Nanda pergi pada waktu itu…
“Dek, mau ikut hunting
gak?” Nanda bertanya pada Ana yang sedang sibuk menatap layar monitor. Sibuk
dengan web designnya.
“Sibuk Kak… weekend
aja kenapa sih? Lagipula niat banget Kakak hunting
sambil berangkat sekolah” jawab Ana.
“Nggak mau ikut no
problem… awas nangis loh nanti…”
“Maksudnya Kak?” Tak paham dengan apa yang dimaksudkan Nanda,
hingga Ana bertanya.
“Awas iri kalau Kakak nanti dapat bus bagus…” jawab Nanda
dengan antusias.
“Ndak akan insyaallah… hehehe… lagipula nih Ana lagi nugas
nih bikin template”
“Ya udah, semangat! Jangan lupa mandi kalau sudah selesai,
sarapan, buku diperiksa dahulu sebelum berangkat supaya ndak ada yang
ketinggalan. Kurangin kecerobohanmu ya Dik…” Nanda mengelus rambut Ana dengan
rasa kasih sayang kakak dengan adiknya. Ya. Nanda sangat menyayangi Ana, yang
telah Ia anggap sebagai adiknya sendiri.
“Iya bawel… sana berangkat, keburu kehilangan moment…” jawab Ana sembari menepuk
lengan Nanda.
“Jaga diri ya Ana, Kakak sayang Kamu dan maaf kalau selama
ini Kakak kurang baik dalam menjaga Kamu” Dari sudut pandang nada bicaranya
yang sungguh berbeda, menandakan bahwa Nanda sedang berbicara hal yang serius,
namun dalam artian yang kabur.
“Pasti Bosque, selama ini Kakak selalu tepati janji Kakak
untuk menjadi Kakak yang baik dengan selalu menjadi pelindung Ana, sekarang dan
selamanya Ana ingin selalu begitu, Kakak akan selalu menjadi pelindung Ana
sampai kapanpun juga. Karena Ana sayang Kak Nanda… Oh iya… Kakak kenapa sih,
kok tiba-tiba jadi melankolis begini…” Tanya Ana yang terheran.
“Assalamualaikum” Nanda mengucapkan salam.
“Waalaikumsalam” jawab Ana.
Berlalu……… Nanda
pergi meninggalkan rumah Ana dengan sepeda kesayangannya.
Nanda adalah anak yang memiliki karakter
ramah tamah dan penyayang. Kerap kali Ia melambaikan tangannya hanya untuk
sekedar bertegur sapa dengan banyak orang yang dikenalnya. Nanda tak memiliki
adik ataupun kakak, hingga Ia menjadikan Ana sebagai sosok adik yang akan Ia
jaga, Ia sayangi sepanjang hidupnya. Ia berjanji akan selalu menjadi sahabat
dan pendengar yang baik untuk segala keluh kesah Ana. Ia berjanji akan selalu
menjadi penyemangat Ana dimanapun dan apapun keadaannya. Ia berjanji akan
selalu menjadi Master Solver
untuk semua masalah yang Ana hadapi. Anything, everything, everyday, everytime,
just for Someone. Ana’s.
Namun takdir berkata lain. Waktu
menunjukkan bahwa kepergian Nanda ini sangatlah cepat. Tuhan begitu
menyayanginya dan Ia pun harus kembali kepada-Nya. Ia berpulang pada
rahmatullah, meninggalkan jasadnya, meninggalkan namanya, meninggalkan
orang-orang yang Ia sayangi bersamaan dengan kenangan indah bersama mereka, dan
Ia pun meninggalkan janji-janjinya pada Ana. Takdir mengatakan Ana harus hidup
tanpa Nanda, dan Nanda tak akan kembali lagi untuknya. Hanya memori indah
kebersamaan mereka yang temani kehidupan Ana kini. Kehidupan tanpa kebahagiaan.
Yang ada hanyalah keterpurukan akan kesedihan.
Komentar
Posting Komentar