Cerita Bersambung "Titik Setrip" part 2


Ana menjerit hingga tersungkur pingsan. Ia tak mampu menguatkan dirinya dengan mengingat kembali memori disaat Ia kehilangan Nanda. Hujan mengguyur tubuhnya yang kian hari kian melemah. Angin menggugurkan dedaunan hingga berjatuhan pada tubuh gadis itu.
   Dhea yang sedari tadi mencari kepergian Ana akhirnya menemukannya. Terkejut, panik, tak tahu apa yang harus Ia lakukan. Membopong pun tak dapat Ia lakukan sendiri. Apapun caranya, menghubungi Radhika adalah cara yang paling tepat.
“Halo… assalamualaikum… Radhika!” Dhea panik, dan bergetar kedinginan karena hujan telah membasahi seluruh tubuhnya.
“Waalaikumsalam… Dhea, An… Ana… udah ketemu belum?” Radhika pun ikut panik hingga tergagap.
“Aku ada di kebun belakang sekolah… Ana pingsan, cepat Kamu kesini, Aku takut Ana kenapa-napa Radh…”
“Iya, Aku kesana!”
***
   Ana membuka mata setelah koma beberapa hari akibat terkena hypothermia. Kondisi Ana yang pada saat itu sangatlah lemah membuat tubuhnya drop dan kehilangan kesadaran untuk sementara waktu.  Kini Ia kembali sadar dan menatap kembali kehidupannya.
“Hai Nona Alcantara…” samar-samar wajah itu nampak ada di samping Ana terbaring. Kemudian jelas, itu Radhika.
“Aku dimana Radh?” Ana Nampak asing dengan sekelilingnya.
“Kamu di dalam ruangan ICU di sebuah rumah sakit Ane… Kamu kommmm……..” Dari belakang ada seseorang yang mendekap mulut Radhika.
“Ana, Kamu sudah sadar… Alhamdulillah” Dhea menyela pembicaraan Radhika.
Ana tersenyum “Iya” setelah sekian lama menjadi sosok yang dingin, kini Ia tersenyum untuk pertama kali.
jangan ngomong kalau dia usai masa koma Radhika!!!” Dhea berbisik dengan nada yang terdengar jengkel pada Radhika. “jangan buat dia terlalu kepikiran atau berpikir terlalu keras”
Ana memejamkan matanya dan tersenyum “Terimakasih kalian… oh iya, ayah sama bunda mana?”
“Ayah sama Bunda semalaman jagain Kamu dari kemarin An… tadi Aku suruh pulang, barangkali mereka kelelahan” jawab Dhea yang tak sadar membongkar koma yang telah terjadi pada Ana.
“Dari kemarin? Aku tidur berapa lama disini?” Ana terkejut mendengar jawaban Dhea.
“5 hari Ane… Kamu koma…” Radhika menjawab dengan tertunduk.
Ana kembali memejamkan mata dan tanpa ekspresi apapun. Ia tertidur kembali.
***
   Hari keterpurukan Ana kini berubah seperti dulu. Ana kembali berubah pada kepribadiannya yang dulu, Ia melanjutkan kehidupannya dengan semangat dan kebahagiaan. Dengan semangat baru inilah Ia akan buktikan pada Almarhum Nanda bahwa Ia adalah seorang wanita yang kuat. Ia tidak lemah untuk ditaklukan rasa kehilangan. Karena Ia telah berjanji pada Nanda, Ia akan selalu menjadi wanita yang hebat dan kuat.
   Sepulang sekolah, di bawah mentari sore yang menjingga Ana dan Radhika terduduk pada sebuah batang pohon kayu tua yang telah tumbang di halaman samping rumah Ana. Tak Nampak adanya awan di atas sana, langit begitu cerah tersiram cahaya Sang Surya.
“Ane, I’m so happy now…” Radhika membuka lembaran buku diary nya.
“Apa yang membuatmu begitu bahagia?” jawab Ana terheran. “mmmm… apa Kamu berhasil mendapatkan hati Nita ?”
“Tidaklah… Kamu ada-ada saja…”Radhika Nampak kesal.
“Hahaha… becanda… lalu apa?”
“Aku bahagia Kamu telah kembali seperti Ana sahabat terbaik ku yang dulu” Radhika tersenyum. Senyuman dari telinga ke telinga. Senyuman yang begitu lebar, bebas, lepas menunjukkan seluruh kebahagiaannya.
“Hmmmm, Radh……..” Ana menggumam.
“Yupsss?”
Ana tertunduk lunglai “Sewaktu Aku tak sadarkan diri, Aku bermimpi… Kak Nanda ada di dalam mimpi itu. Aku bertemu dengannya di sebuah tempat yang Aku asing dengan tempat itu. Aku mendekapnya erat ke dalam peluk ku, Aku merindukannya. Aku menyuruhnya untuk kembali. A… a… agar… Ia biii… bisa tetap bersama ku, di…  duunniiia..aa… ii… ini…” Ana terisak.
Radhika membantu mengusap kedua belah mata Ana. “Ane…..”
“Ia menjawab ku, namun Ia menolak permintaan ku. Namun kata-kata yang paling membekas di dalam ingatanku adalah… ‘Ana, relakan Kakak. Biarkan Kakak bahagia disini. Jangan buat Kakak terus menerus tersiksa dengan tangisan mu. Kakak tak tahan melihat Ana bersedih. Berbahagialah, kehidupan dan masa depan Ana masih panjang dan jangan sia-sia kan semua waktu ini. Setiap waktu, jam, menit, detik, sangatlah berharga Ana… jangan bersedih, berbahagialah, relakan kepergian Kakak, karena disini adalah tempat Kakak kembali, Kakak bahagia disini, jadi Ana juga harus bahagia disana… Kakak tahu kalau Ana sangat menyayangi Kakak. Namun, jika Ana  menyayangi Kakak, relakan Kakak ya, karena Kakak telah bahagia disini… Ana pernah bilang kan ke Kakak kalau Ana adalah perempuan  yang kuat, buktikan ke Kakak mulai sekarang! Ana gak akan lagi tangisi kepergian Kakak…’” Ana terdiam, menghapus air mata di kedua belah matanya. “Kak Nanda gak bolehin Aku nangis dan sedih lagi Radh… Aku harus jadi perempuan yang kuat sekarang… itu adalah janjiku” kini Ia kembali melepaskan senyum manisnya itu.
Radhika berbinar Nampak sekali bahagia “Aku percaya Ane… Aku percaya Kamu akan selalu kuat… Aku percaya itu”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Bersambung "Titik Setrip"